Rabu, 09 September 2015

(Bukan) Tokoh Utama

Nb: Ini adalah prolog Juniel dari draft tulisan yang aku bikin yang entah kapan bakal aku selesein dan bakal jadi printed book seperti yang sudah aku impikan sejak lama. Jadi penulis. Tapi aku pikir aku belum cukup kompeten buat jadi penulis. Huhuhu


Juniel PoV (Sudut pandang Juniel) :

Meski aku menjalani kehidupan dari sudut pandangku, aku selalu merasa bahwa di hidup keseharianku yang tampak seperti potongan serial drama ini, aku tak pernah merasa berperan menjadi tokoh utama. Meski aku ingin jadi tokoh utama, aku selalu berakhir dengan jatuh di serial drama orang lain dan hanya menjadi cameo disana. Figuran. Tokoh sampingan. Tokoh yang hanya kadang-kadang muncul dicerita dengan porsi yang sedikit dan tak diberi ending yang jelas seperti cerita milik tokoh utama.
Tidak peduli soal urusan romantika, perkuliahan, dan kehidupan sehari-hari, semuanya peran yang kujalani tak lebih dari porsi milik tokoh figuran, meski aku berperan di kehidupanku sendiri.
Meski begitu, kadang-kadang aku masih tergerak untuk mencari bukti. Bukti kalau aku adalah tokoh utama di kehidupanku sendiri.
Kadang-kadang aku bahkan mengetikkan namaku di mesin pencarian. Bukan apa-apa, hanya iseng. Siapa tahu suatu hari nanti namaku bisa muncul di urutan satu halaman pertama pencarian , tercantum dalam topik yang membanggakan. Tapi hari seperti itu sepertinya takkan pernah datang. Hari ini saja, namaku hanya baru bisa kutemui di halaman lima. Itu saja berkat daftar nilai ujian  tiap semester yang hanya bisa dilihat di internet. Tidak ada yang membanggakan disana. Aku hanya seorang mahasiswi bahasa yang biasa berada di peringkat kedua. Dari-bawah.
Aku hampir saja menyatakan diri sebagai tokoh utama di topik percintaan hidupku setelah menyadari kalau laki-laki dari jurusan sebelah yang kusukai sejak permulaan semester tak pernah tidak tersenyum ketika melihatku. Perempuan yang pernah berjuang bersamanya di hari-hari ospek. Dia laki-laki yang selalu tertawa dengan candaanku yang meskipun bagi orang lain terdengar garing di telinga. Orang yang tak pernah ragu-ragu untuk melambaikan tangannya padaku jika kami tak sengaja berpapasan di jalan. Dan tak segan mengajakku berbicara basa-basi di sela-sela perkumpulan unit kegiatan mahasiswa.
Tapi semua bukti yang mampu kujadikan acuan untuk menganggap diriku sendiri tokoh utama itu langsung terbantahkan ketika aku tengah dibuat menggigil oleh derai air hujan, lalu tiba-tiba saja melihatnya melintas didepanku sambil memboncengi perempuan di hari hujan. Perempuan itu melambai padaku, sambil memberi tanda dengan tangannya bahwa dia akan menghubungiku setelah ini. Jadi dia, laki-laki yang pernah dikatakan teman dekat perempuanku itu.
Di bawah tempat perlindungan hujan, aku menangis tak tertahankan. Kupikir kali ini, aku bisa jadi tokoh utama. Tapi tidak. Lagi-lagi, aku harus menjadi second lead female yang harus menyaksikan dua tokoh utama bersatu dengan hati yang patah. Ini tak ada bedanya dengan kisah cintaku yang kemarin, dan kemarinnya lagi. Dan aku sendiri tidak tahu, akan terus menjadi perempuan seperti ini sampai kapan.

0 komentar:

Posting Komentar