Sabtu, 27 Juni 2015

The Absurd Sister [2]

Semester ini aku cukup stress. Sebelum kuliah aku nggak pernah jerawatan di pipi. Tapi kali ini, jerawatku banyak banget. Kalo aku lagi stress, aku perlu pulang ke rumah buat ngilangin stress. Tapi pas pulang ke rumah, terus baca-baca kertas uas adekku, aku palah tambah setress.


Pertanyaan nomor 3. Jika ayah sedang sakit maka perannya digantikan oleh...? Adekku jawabnya Paman. Astaghfirulloh, sejak kapan ibu ada main sama paman? -____-
4. Ringan sama dijinjing, berat sama di...? Adekku jawabnya gotong -___- Emang keranda mayat digotong? -___- 
Aku juga liat jawaban temen sekelas adekku dan jawabannya sama-sama digotong. Entah mereka punya ikatan batin atau apa .-.


Nomer selanjutnya. Gotong royong dapat mempererat tali...? Adekku jawabnya tiang. Temennya adekku jawabnya tali gantung. Temennya yang lain jawabnya tali temali. Ya amfuuun anak-anak ini -____-


16. Selain kerjasama di lingkungan sekolah, kerjasama juga dapat dilakukan di lingkungan...? Adekku jawabnya UKS. Kerjasama sama siapa di UKS? Sama betadine? -____- Jomblo terakreditasi A -___-


1. Birrul walidain adalah...? Adekku jawabnya Malam Yang Indah -___- Aku nggak nyangka adekku sepuitis itu :| Birrul walidain itu berbakti kepada kedua orang tua wey -____-


5. Rido Allah tergantung pada rido...? Adekku jawabnya palah rido malaikat -___- Kenapa gak rido roma aja sekalian? -___-


15. Bicaralah dengan orang tua dengan bahasa yang lemah...? Adekku jawabnya lemah gemulai. -___- Berasa tiba-tiba berubah jadi maho setelah baca tuh soal *jedoti2n kepala ke tembok*


Kiamat versi adekku. Matahari terbit di sebelah selatan.


20. Lingkungan sekitar harus di...? Rusak -___- ckckck anak muda jaman sekarang *elus jenggot*



5. Melihat teman berkelahi kita harus...? Adekku jawabnya membiarkan. Adekku mah orangnya gitu --"



8. Iqamah adalah tanda bahwa shalat akan segera...? Adekku jawabnya Dimadu :(
Shalat aja dimadu, apalagi kamu :'(


Jawaban macam apa itu -___-


Anak kecil aja udah berpendapat kaya gitu :|



Masa fakir miskin disuruh makan surat kabar -___-


Dasar adekku -___-

The Absurd Sister [1]




Adek perempuanku yang satu itu emang agak absurd. Dia anak kelas 2 MI yang naik tingkat jadi anak kelas 3 tahun ini. Dia suka pura-pura tidur kalo disuruh bapakku buat shalat. Tapi langsung bangun kalo film Adit dan bang Jarwo udah mulai. Dasar kembarannya bang Jarwo.
Dia juga suka ngambek kalo pas ngaji disuruh baca ulang ayatnya--ngambek karena dia ngerasa udah bener bacanya.
Karena nada ngomongnya yang keras, dia terkesan galak. Hobinya nonton sinetron menye-menyenya sctv. Suka protes sama sesuatu yang nggak sesuai sama apa yang dia ketahui. Selai  itu, dia juga alay. Dan jayus. Waktu dia tk, pas ada iklan tv tentang roti malkist, dia komentar, "ih kok malkis? Mirip sama nama temenku, Balkis."
Dia emang suka gitu. Kemaren aja waktu ibuku tanya tentang temennya yang namanya Kinanti, dia jawab, " Iya, Kinanti. Dipanggilnya Anti. Anti pecah."
Aku cuma yang -___,- emangnya dia ember? Anti pecah segala -___-
Biasanya kalo bapakku ngerjain prnya tapi kata-katanya agak aneh buat dia, dia bakal protes. Pilihan kataku waktu aku disuruh ibuku buat bantuin dia ngerjain pr juga pernah di protes.
"Ini yang mahasiswa sastra aku apa kamu heh? -____-"
Dia pernah beli kalung di pasar malem. Kalung yang bandulnya berbentuk huruf. Karena adekku namanya Amalia, harusnya dia pilih huruf A buat insial namanya. Tapi apa yang dia beli? Huruf P.
"Kamu kan inisialnya A, masa belinya P, nggak nyambung."
"Biarin. Ini tuh kepanjangannya pasar malem, Kan aku belinya di pasar malem, jadi aku belinya huruf P."
Alasan absurd -___-

Kemaren kata ibuku, waktu temennya nggak sengaja nemu diary dia pas main rumah-rumahan bareng, temennya nanya ke adekku, "ini diarymu?" Adekku ngelak, "Bukan, itu diarynya mbak Ifa kok!"
Wah wah wah dasar -____-
Waktu kita lagi nonton tv bareng dia curhat tentang ustadznya yang menurut dia lucu karena jenggotnya panjang dan suaranya kaya cowok di iklan hexos yang ngomongnya, "Mama, mau ini? Mau itu?"
Terus dia nanya, "Mbak, kemaren di pesantren kilat ada soal, Adam sama hawa diusir dari surga karena makan buah apa ya?"
"Ya Khuldi lah."
"Yaah, aku salah deh."
"Emang kamu jawabnya apa?"
"Adam dan hawa diusir dari surga karena makan buah jeruk."
"Li, cegurin aja mbak ke samudra hindia li :("

Penghianatan.




Kalau seandainya dahiku kaya layar sentuh hape android yang ada tombol-tombolnya, aku ingin menandai ingatan-ingatan menyedihkan di masa lalu dan membersihkannya.
Tapi isi kepalaku bekerja seperti komputer.
Meski aku telah menghapusnya dari direktori--ingatan ingatan itu--ia masih menetap di recycle bin.
Ingatan itu hanya seperti virus yang sedang dikarantina yang suka menggandakan diri--yang suatu saat akan kembali dan kembali lagi.
Dan seperti sebuah penghianatan--dimana bagian paling menyakitkannya adalah ia datangnya selalu dari orang terdekatmu, bukan dari pihak musuhmu-- pada perasaan, logika inilah yang mengundang ingatan menyakitkan itu kembali.

I Know That Feel, Bro!




Sebenernya aku nggak terlalu suka nulis. Tapi kalo aku nggak nulis, aku pasti bisa gila.
Sebenernya aku malu ketika tahu tulisanku dibaca orang lain.
      Misalnya, dulu waktu masih sd diaryku dibaca sama masku dan diceritain ke orang sekeluarga. Dan semua orang menertawakan tulisanku. Dititik itu aku bener-bener ngerasa malu dan pengen memutuskan untuk nggak usah nulis-nulis lagi. Padahal diarynya udah dikasih gembok, tapi sama dia, gemboknya dirusak.
Bapakku juga cerita ke mbakku kalau waktu aku kecil, dia pernah nemuin sobekan kertas di bawah lemari yang berisi tulisanku waktu dia lagi nyapu. Isi kertas itu tentang curhatanku kalau bapakku pilih kasih. Meski itu sudah belasan tahun yang lalu, anggapanku tentang itu tidak pernah berubah sampai sekarang, bagiku dia masih tetap pilih kasih.
Kemarin, waktu aku telepon ibuku, dia curhat tentang adekku yang baru keluar dari rumah sakit. Adekku itu emang udah suka nulis-nulis di sembarang kertas, dan setelah pulang dari rumah sakit, dia dikasih hadiah termasuk diary sama temennya bapakku. Disana, dia rutin curhat.
"Ibu baca tulisannya dia, lucu banget deh curhatannya. Dia suka nulis..." kata ibuku yang aku jawabi dengan oh, sebelum dia menyelesaikan perkataannya.
"kaya kamu..."
Deg! Dititik itu, rasa malu datang menyerangku lagi.
Sebelum ini, ibuku nggak pernah bilang kalo dia notice tulisan-tulisan acakku di buku-buku tulisku. Aku juga nggak pernah berpikir kalau dia bakal tau tentang itu.
Tapi wajar sih kalau dia tau, karena tulisanku bukan cuma ada di satu atau dua buku tulis, tapi sampe satu kardus lebih. Itu yang masih bisa aku buka-buka lagi di rumah, yang dulu-dulu, yang udah di loakin, mungkin udah di recycle dan jadi kertas-kertas kosong yang dijual di toko-toko kelontong lagi sekarang.
Entah ini hanya delusiku saja atau apa, tapi mereka, alphabet-alphabet itu terus saja mengganggu kedamaian hidupku. Mereka terus memasaku untuk menuliskan mereka. Tugasku hanya menulis, menggerakkan tanganku saja, karena yang sesungguhnya merangkai cerita adalah alphabet-alphabet itu, bukan aku. Meski begitu, ada hari-hari ketika aku malas, tidak mengikuti kemauan mereka dan memutuskan melakukan hal lain daripada menulis.
Ketika aku memutuskan untuk tidak mengikat mereka dalam tinta dan memenjarakan mereka diatas kertas-kertas, mereka seolah marah dan terus mendatangiku, seolah-olah aku pemburu hantu yang didatangi arwah-arwah penasaran yang dengan suka rela menyerahkan diri mereka padaku, bahkan memaksaku untuk membelenggu mereka disuatu tempat agar mereka abadi.
Aku jadi teringat sebuah film yang berjudul "Anonymus". Film itu berkisar tentang teori siapa sebenarnya Shakespeare itu. Dan di film itu, mereka mengambil teori yang menyatakan kalau Shakespeare adalah nama pena dari Edward, seorang dari kalangan kerajaan.
Disana, Edward sering dimarahi istrinya karena dia selalu duduk sepanjang hari hanya untuk menulis, menulis, dan menulis. Pada zaman itu, zaman Elisabethan, adalah hal yang tabu bagi seorang anggota kerajaan untuk menulis hal hal seperti naskah drama dan roman.
Dia mengatakan pada istrinya kalau dia sendiri juga tidak mengerti kenapa dia seperti itu. Jika dia berhenti menulis, huruf-huruf di kepalanya itu terus menghantui hidupnya sampai rasanya mau gila. Mereka terus memaksa untuk dituliskan.
Itu sama sekali bukan scenen yang sedih, tapi aku ingin menangis. Baru kali ini aku merasa ada orang yang mampu memahamiku. Jika aku bisa masuk kedalam layar notebookku, aku ingin masuk ke scene film itu, berdiri disamping Edward, menepuk pundaknya dan berkata, I KNOW THAT FEEL, BRO!

Jumat, 19 Juni 2015

MOS : Masa Orientasi Sialan [lagi]


                  Credit picture to the owner.

Hari berikutnya, kita dikasih seabreg tugas baru. Disuruh beli es yang identik sama identitas sekolah. Awalnya aku nggak ngerti, dan salah beli warna. Ternyata ada anak yang dapet bocoran dari kakak kelas yang nggak ngospek, kalo maksudnya suruh beli es yang warnanya biru, soalnya seragam identitas kita nanti warnanya biru. Kita juga disuruh bawa nasi kuning, sayurnya sayur rambut nenek lampir -yang aku dikasih tau sama anak yang dapet bocoran- kalo maksudnya adalah mi bihun. Bawa bola-bola jerawat yang maksudnya adalah onde-onde. Ah ya! Disuruh cari uang logam yang keluarannya sesuai tahun kelahiran. Aku nyari ke banyak tempat tapi nggak nemu yang keluaran tahun 1996, aku dapetnya palah keluaran 2001 sama bonus limaratusan kertas yang ada gambar kakak kelas yang ngospek.
Susah tau. Uang logam warna kuning yang seratus perak gambar prajurit naik sapi ato naik apalah itu juga kebanyakan keluaran tahun 1998. Yah, aku nggak nemu, akhirnya aku dihukum.
Clue yang salah bawa pas disuruh bawa nagasari. Aku juga udah mikir-mikir kalo nagasari tuh makanan yang lembek dari gandum pati yang dalemnya ada potongan kecil pisang terus dibungkus pake daun pisang, tapi menurut temenku bukan. Menurut dia kita disuruh bawa buah naga, ya udah akhirnya beli deh buah naga 2, harganya 30 ribu per buah. Ya ampun, apes. Ternyata bukan buah naga. Bener kaya apa yang aku maksud, nagasari yang itu. Udah duit melayang 60 ribu (anak kos), salah, dihukum, nggak doyan buah naga lagi. Huft.
Besoknya lagi suruh bawa apaan lagi ya, lupa aku, yang aku inget cuma bawa apel 2, kopi 4, aqua 2 botol, pas disekolah dikumpulin pake karung sama kakak kelas, abis itu apelnya dipotong kecil-kecil dibagiin ke kita, suruh makan. Sisanya dikorupsi sama mereka. Dimakan sendiri sampe buncit.
Kukunya nggak boleh panjang, sepatu sama tali harus item semua, kalo nggak bakal dihukum. Waktu itu kukuku belum dipotong, jadinya kena hukuman. Suruh gigit semua kuku panjangku sampe lepas. Dijemur di lapangan, suruh baris berbaris, suruh push up yang banyak, abis itu suruh tengkurap di atas tanah buat meregangkan otot dan...ini nih yang paling aku benci. Cium tanah. Sumpah aku benci banget kalo disuruh cium tanah. Iya aku jomblo, tapi ya nggak pake cium tanah juga kali!
Ada sedikit pembedaan diantara kami murid baru. SEDIKIT. Jadi yang cantik-cantik dibeda-bedain sama yang jelek-jelek. Karena tampangku dibawah garis kemiskinan, aku ngerasain pembedaan perlakuan di banyak hal.
Kalo baris-berbaris, aba-abanya sengaja disalahin sama instrukturnya. Kita nggak pernah ada yang kepikiran buat instruksi setiap kali aba-abanya salah. Akhirnya kita dimarahin ini lah anu lah itu lah.
"KENAPA NGGAK ADA YANG INSTRUKSI? UDAH TAU SALAH KENAPA NGGAK ADA YANG INSTRUKSI?!" Kakak dewannya tereak-tereak sampe mulutnya mau soak. Hening. Nggak ada yang jawab. Apalagi aku, lagi diospek palah aku ngantuk banget. Efek libur panjang setelah UN yang cuma aku gunain buat tidur dan males-malesan dari pagi sampe pagi lagi sih.
"WOY! DEK! KENAPA NGGAK ADA YANG JAWAB? PADA KEMANA HAH? TIDUR? IYA? TIDUR?! JAWAB!!!" Takut saya. Takut keluar naga dari mulut kakak dewannya. Kalo aku tidur terus kenapa? Masalah? Hidup-hidupku kok.
Ada anak cowok murid baru yang saking betenya diperlakukan semena-mena sampe dia teriak kayak kesetanan ke kakak kelasnya,"ANJING!!!" Aku cuma bisa ngelus dada dan menabahkan hati. Kenapa aku bisa ada tempat kaya gini? Sekolah macam apa ini?!
Bukan cuma dia yang emosi, aku juga kali. Tapi aku woles aja lah. Kakak kelasnya mau ngomong apa aja juga biarin dah. Nggak usah dengerin. Ngapain peduli sama kata-kata mereka yang nggak penting itu. Buang-buang waktu.
"Turun! Cium tanah!" Aku turun deh, nyium tuh tanah. Kesian banget, bibir virgin saya di renggut sama tanah.
Tanahnya cabul.
"CIUM TANAH YANG BENER! KATANYA CINTA SAMA TANAH AIR!"
Yeee, siapa bilang? Daerahku palah penjual tanah air. Genteng maksudnya. Kan terbuat dari tanah sama air tuh.
Nggak mikir nih kakak kelasnya. Apa yang namanya cinta tanah air harus nyium tanahnya? Oh, kalo gitu berarti kalo kepala sekolahnya lagi pidato pas upacara, "Para guru yang saya hormati dan murid-murid yang saya cintai..." kepala sekolahnya turun dari mimbar terus cium muridnya satu-satu? Enak bener. Cinta tanah air? HAHAHA. Sekolah paling jelek sekabupaten ngomongin tentang cinta tanah air? HAHAHA. Gemes. Apa yang udah kamu lakuin ke negara ini sebagai wujud cinta tanah air kak? Hamilin anak orang yang notabene adalah menciptakan generasi penerus bangsa? [Smkku terkenal dengan banyaknya siswi yang hamil diluar nikah] Oh, bikin penerus bangsa baru ya? Wah, bagus sekali. #nyindir
Yang aku benci adalah, aku udah nyium tanah dengan segenap jiwa raga tapi palah...
"CIUM TANAH YANG BENER!!!" Kepalaku ditekan, diblusukin ke tanah. Dikiranya aku nggak bener nyium tanahnya. Sakit njir. Sakit banget hidung saya. Sialan, aku udah saking nurutnya mau nyium tanah palah diginiin. Hidungku kan gede, susah nempel ke tanah. Iya lah situ yang pesek gampang nyatu ama tanah, nah yang idungnya gede kaya saya?
Ada banyak hal yang terjadi di mos smk waktu itu, tapi hanya ini yang kuingat.
Satu kesan buat mos kali ini. Si-a-lan.

MOS : Masa Orientasi Sialan




Karena kita adalah orang yang selalu bersama diri kita sendiri setiap harinya, kita menjadi satu-satunya orang yang paling tidak menyadari kalau hari demi hari, kita berubah.
Kemarin waktu libur sehari, aku pulang ke rumah. Di kamarku aku menyempatkan diri buat ngobrak-abrik lemariku, nyari tumpukan-tumpukan buku tulisku jaman dulu yang isinya fanfiction sama curhatan gak jelas semua. Waktu baca-baca sambil menahan mual-karena saking alaynya-aku jadi menyadari kalau aku sudah banyak berubah. Akhir-akhir ini aku lebih suka nulis tentang perenungan kehidupan di buku catatanku. Waktu smp tulisanku hanya berkisar tentang curhatan cengeng. Sedangkan waktu smk, tulisanku terkesan menggebu-gebu dan penuh emosi.
10 Juli, 2011
     Mos adalah hal yang paling ngebetein saat tahun ajaran baru. Ini bukan ajang memperkenalkan siswa-siswi baru pada lingkungan sekolahnya yang baru, ini lebih menjurus kepada ajang balas dendam yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab [baca: kakak kelas] pada murid baru sebagai pelampiasan atas apa yang kakak kelas mereka lakukan pada mereka dulu.
Dan hal ini terjadi secara turun-temurun, seperti telah menjadi tradisi dan bagian dari kebudayaan bangsa. *halah* *palah jadi pelajaran pkn*
Di smkku, mos dilaksanakan selama 3 hari. Iya, 3 hari doang,  tapi disiksanya to the maxxx.
Disuruh ngapain aja pas mos? Disuruh jadi gembel. Ini nih, kenapa negara tercinta Indonesia nggak maju-maju. Ada sebuah sekolah yang mental generasi mudanya mental-mental gembel. Aku doang loh ya yang mentalnya gembel. Yang lainnya mah enggak, yang lainnya bagus-bagus -____-
Kita disuruh pake rumbai-rumbai pake daun kelapa yang masih muda alias janur. Kayak yang dipake penari hawaii gitu. ALALA HUHU~~~ ALALA HUHU~~~
Disuruh bikin kalung dari tali rafia, bandulnya pake dot bayi yang diisi sama es puter warna biru. Di samping kanan kiri dot, dikasih kencur. Sementara disepanjang kalung rafia dikasih buah bulet-bulet ijo namanya punca.
Topinya pake cething yang biasanya jadi tempat berkat kalo abis kenduri. Diatas cethingnya dikasih kipas buat hiasan. Gelangnya pake janur. Lengkap deh penampilan kita. Cerminan bangsa banget. Miskin.
Kebayang nggak sih itu janur dipake selama 3 hari, kering. Bikin badan gatel-gatel, kudisan, kurapan, panu, bisulan. *lebay ah*
Yang pake kerudung, brosnya pake sedotan, 7 warna, di pasang di sekeliling jilbab. Harus tujuh warna. Kalo kurang? Dinikahin sama  kakak kelas. Eh nggak ding, dihukum doang.
Yang nggak berjilbab dikuncir 7, kuncirannya di kasih sedotan.
Ditengah-tengah lapangan, aku tertunduk lesu dan sedih. Niatku kesini kan buat sekolah, bukan buat jadi gelandangan.
Sebenernya ini ide dari otak siapa sih, aku pengen ketemu sama yang punya ide. Pengen aku makan otaknya. Belum tau dia kalo aku zombie. Belum tau dia kalo sebenernya aku suka makan otak-otak.

Kamis, 18 Juni 2015

Langit Yang Lain



Jika hal seperti ini yang kau harapkan terjadi,
kenapa melibatkanku dalam roman picisanmu itu?
Ketika yang bahagia di cerita ini adalah kau dan orang lain, kenapa harus aku yang mengorbankan perasaan?
Harusnya kau katakan itu padaku dari awal.
Berkata padaku kalau kau meletakkan hatimu pada orang lain.
Sedangkan aku,
kau hanya menjadikanku jembatan yang mampu menghubungkanmu dengannya.
Harusnya kau tak melibatkan aku dalam percintaanmu dengan orang lain.
Tak perlulah kau memberiku harapan-harapan yang membuatku berangan-angan tentang kebersamaan kita di masa depan.
Harusnya aku juga memberitahumu sedari awal.
Tak perlulah mendatangi langitku jika pada akhirnya hanya  akan bersinar di langit yang lain.

PMR : Palang Merah Rese

Karanganyar, 2011

   



 Ngeliat surat undangan yang dibagiin dikelas tadi pagi, aku mendengus keras. Jalan malam untuk pengambilan topi dan slayer. Fiuh. Sebenernya aku males banget mau ikutan, tapi karena ancaman-nilai rapor tidak akan keluar bagi anak yang tidak mengikuti kegiatan ini- jadi dengan sangat terpaksa dan hati merana aku berangkat.
Jalan kaki 40 km bro, mampus nggak. Ini sekolahku judulnya doang yang modern, tapi dalemnya kok purba banget sih, bis juga ada. Pake acara jalan kaki segala.
Mana kelompoknya dipisah-pisah jadi nggak satu kelas satu regu. Terus cewek cowok dicampur. Ih, nggak suka.
Jalannya gelap. Aku kepisah dari rombongan gara-gara kebanyakan anggota kelompokku orang gunung jadi udah biasa mendaki gunung melewati lembah, bersama teman bertualang. Mungkin di kehidupan sebelumnya, mereka temennya ninja hatori.
Lah aku? Bangkit dari tempat tidur pas hari minggu aja males.
Aku sering minta istirahat. Menurut mereka kelompok kita baru jalan bentar aja aku udah minta istirahat mulu, manja. Tapi emang kakiku udah capek banget sumpah. Gak kuat jalan lagi-gempor kaki saya.
"Istirahat bentar please...kakiku gempor." Ketuanya cowok, kebetulan sekelas sama aku. Dia satu-satunya yang selalu setuju diajak istirahat. "Kalo istirahat dulu aja gimana?"
Tapi yang lainnya nggak ada yang setuju, mereka maunya tetep jalan terus. Yaudah, aku minta mereka buat jalan duluan, nanti aku nyusul.
Tapi mereka nggak bisa disusul. Saking cepetnya mereka jalan. Atau mungkin mereka nggak jalan, naik buroq kali.
Yaudah, aku kepisah dari rombongan, capek juga kalo terus-terusan ngikutin mereka. Sebelumnya aku minta tasku yang dibawain sama anak cowok, terus aku jalan sendirian. Jauh tertinggal dibelakang. Aku berasa kakek guru ahli silat berjenggot putih panjang yang udah berjalan terbungkuk-bungkuk dan butuh banget kayu buat menopangku berjalan.
Lagi sengsara-sengsara gini palah beberapa temen sekelasku yang pacaran sama kakak dewan bersliweran naik motor tepat didepan mataku sambil dadah-dadah.
Aku terjatuh di kedua lututku. Memandang langit dan berteriak, "Allah save me!!!" Tolong hambamu ini. Kirimkanlah sajadah terbang aladin atau sapu terbangnya heri poter atau naganya indosiar juga nggak papa lah.
Alay banget ya? Iya soalnya bagian teriak-teriak pada langit itu cuma imajinasiku doang. Yang bener aku terjatuh di pinggiran aspal yang terkoveri pasir laut. Aku udah nggak tau lagi mau ngapain. Aku berbaring sambil memejamkan mata disana. Terserah. Kelindes truk terserah, dibuang ke kali kalo ketiduran juga terserah. Terserah terserah terserah!
---♡---
      Serem banget duh. Gelap-senterku mati gara-gara kena air waktu halang rintang di sungai. Suasana tambah mencekam ketika ngelewatin sebuah jalan yang kiri kanan jalannya kuburan semua. Aku merinding. Dengan tangan gemetaran, aku ngambil botol minum di kantong samping tas. Berusaha menghilangkan rasa takut dengan minum air sebanyak-banyaknya.
Pas airnya udah abis aku taruh botol tupperwarenya di tempat semula. Tapi waktu aku melewati suatu tanjakan, botol itu jatuh di depan pintu masuk kuburan. Refleks, aku nepok jidat. Mampus!
Aku gemeteran. Andilau. Antara dilema dan galau. Ambil apa enggak ya botolnya? Ambil? Enggak. Ambil? Enggak.
Ah, nggak usah, ntar beli lagi aja.
Tapi, tapi? Gimana kalo tiba-tiba aku lagi jalan terus ada yang colek-colek pundakku.
"Mbak-mbak, ini ada yang ketinggalan,"
Padahal aku lagi PMS. "Apa sih, colak-colek, jangan ganggu aku deh, aku lagi capek, aku..."
Ternyata pas aku mengalihkan kepalaku kebelakang, yang nyolak-nyolek SETAN KEPALA BUNTUNG.
Aku mikir sampe kesana, jadi aku mutusin buat balik, ngambil itu botol. Daripada nggak aku ambil terus nanti ada hantu nyari-nyari aku buat ngembaliin tu botol gimana? Yaudah, aku mendekati gerbang pintu masuk kuburan yang horror itu sambil komat-kamit nggak jelas.
PLIS HANTU PLIS JANGAN MAKAN SAYA. SAYA NGGAK ADA DAGINGNYA BENERAN DEH NGGAK PAKE BOHONG! JANGAN BUNUH SAYA HANTU, SAYA JOMBLO, NGENES LAGI. HANTU NGGAK KASIAN SAMA JONES? PLIS! KASIHANI SAYAAA!!!"
Aku berusaha meraih botol itu, yang ternyata jadi amat susah karena efek gemetaran. Tak lama setelahnya, ada suara cekikikan seorang perempuan. Sontak aku terlonjak dari tempatku, buru-buru mengabil botol itu lalu kabur.
"Kuntilanak!!!" Teriakku.
Tapi kemudian, aku sadar kalau agak jauh dariku ada dua orang anak laki-laki yang tertawa ketika mendengarku berteriak kuntilanak.
Salah satu dari mereka mengerjaiku. Sial.

Sabtu, 13 Juni 2015

Nikah. N-nikah?




Ini cerita sedih. Meskipun itu hanya terjadi di dalam mimpi, tetap saja. Ini adalah cerita sedih (sok dramatis). Aku gak tau kenapa sampe bisa ngimpi aneh kaya gitu. Mungkin gara-gara nggak sengaja liat foto anaknya temen-temenku jaman smk yang udah nikah setelah lulus. Mungkin gara-gara seminar islam yang bahasannya nyrempet-nyrempet nikah yang aku hadiri kemarin. Mungkin karena lihat status bbm sepupuku yang bunyinya "aku pengen nikah" disaat status bbmku masih bertema "aku laper." Kami pernah taruhan soal siapa diatara kita yang akan menikah duluan.
Penyebabnya mungkin juga gara-gara obrolanku bareng temenku tentang nikah di warung bakso tempo hari. Atau palah karena acara main-mainku dan temenku foto-foto pake tag board bertuliskan 'your future husband' dan 'your future wife'. 

      Scene mimpi dimulai dari aku yang duduk di kursi paling depan di barisan tamu undangan. Kami serentak berdiri dan bertepuk tangan ketika kedua mempelai berdiri di panggung aula yang sekitarannya dihiasi bunga-bunga berwarna putih manis. 
Ya! hari ini salah satu teman kuliah sekelasku menikah. Siapa laki-laki yang akan segera berganti status menjadi suaminya- yang berdiri disebelahnya itu, aku tidak terlalu tahu. Yang jelas dia seorang dokter. Hanya itu yang ku tahu.
Dengan membawa seikat bunga yang akan dilontarkannya, ia tersenyum dengan cantik. Gaun pengantin putih berekor yang dikenakannya membuat pesonanya meningkat berlipat lipat persen.
Akad selesai. Aku berbaris diantara tamu-tamu yang akan menyalami kedua mempelai. Ketika giliranku menyalaminya, aku meremas tangannya dengan erat, kupeluk dia dengan gembira.
"Selamat untukmu! Aku turut berbahagia!" Pekikku dengan riang padanya.
Ia menyambut pelukanku dengan hangat.
"Terimakasih. Di hari pentingmu, kau masih menyempatkan diri untuk datang. Aku terharu."
"Ah, tidak juga." Aku mengibaskan sebelah tanganku. Hari pentingku katanya. Hari penting apanya? Aku mahasiswi yang sedikit kurang kerjaan. Dan tak punya hari-hari yang punya judul seperti 'hari penting'.
"Selamat juga untuk pernikahanmu!" katanya sambil menepuk-nepuk bahuku.
Alisku terangkat? Aku menatapnya dengan senyum aneh.
Selamat-juga-atas-pernikahanmu? Ahahaha. Dia mengejekku. Mentang-mentang dia sudah menikah, huh?
"Kamu bicara apa sih?" tanyaku masih tak mengerti.
"Kamu kan menikah juga hari ini. Kamu pikun atau kenapa?"
Oh.
Eh...
Tunggu.
A-apa katanya?
Aku-menikah-juga-hari-ini?
Ha. Hahaha. Jangan bercanda denganku.
"Lelucon macam apa itu?"
Dia menghela napas berat. "Dengarkan aku, nona! Hari ini, seharusnya, kita menikah di hari dan jam yang sama."
Dia lalu melanjutkan,"Jadi sebelumnya kita sudah saling bicara kalau kita tidak dapat menghadiri pernikahan masing-masing! Tapi...apa ini, aku ditelpon salah satu teman kita yang hadir di pernikahanmu kalau pernikahanmu sudah selesai  dan ternyata kau sempat datang di hari pernikahanku!"

H-a-h?
HAH?

Aku mengambil ktp dari dompetku. Disana, statusku  tertulis: menikah.
Aku membeku ditempatku. Berusaha meminta penjelasan tentang apa yang sudah terjadi.
Katanya, beberapa jam yang lalu, aku sudah resmi jadi istri dari seseorang dan dia tidak tahu siapa. Dan bahkan aku sendiri, tidak tahu siapa suamiku. Aku tidak tahu siapa yang telah menikahiku.
Aku berdiri dengan frustasi ditempatku. Apa-apaan semua ini?
Terang saja aku langsung menuju ke tempat dimana seharusnya aku menikah sekarang.
Tapi aula sudah kosong. Pernikahan telah selesai. Semua orang sudah pergi. Aku sudah menikah. Dengan seorang laki-laki yang entah siapa.