Minggu, 31 Mei 2015

BBB: Bukan Bolos Biasa




3 tahun sekolah di smk, tiga tahun itu juga aku kaya orang hilang arah. Aku lebih sering milih diam di rumah daripada berangkat disekolah. Merenung di pojok kamar, berusaha mencari makna kehidupan.
Waktu smk, aku milih ekskul wajib pmr. Aku mikirnya pramuka pasti capek dan pmr nggak terlalu, tapi ternyata sama aja. Ujung-ujungnya capek juga. Yang milih pramuka dikit banget, sementara pmr membludak. Padahal pmr bayar-bayar mulu kerjaannya. Kalo pramuka bayarnya paling 15 ribu 20 ribu, pmr 50-150an ribu. Kalo ada acara kaya jalan malem atau kemah, kalo pramuka kan paling cuma ngambil emblem atau apa, kalo pmr kan ada topi, slayer, sragam, celana pdl, terus tanda ikut ekskul pmr yang dipasang di seragam osis [yang bahkan nggak aku pasang dari kelas satu sampe lulus sekolah] dll.
Belom lagi pas iuran kas tiap pertemuan. Belum juga bayar denda kalo bolos pmr. Aku sering banget bolos pmr. Dan kalo bolos pmr, tiap hari kamis pas jam terakhir pasti ada kakak dewan yang masuk buat manggilin anak-anak badung yang akan dihukum karena nggak masuk pmr minggu sebelumnya. Dan disana, pasti ada nama saya jadi langganan hehehe. Karena pikiranku kacau, perasaanku kacau, sekolahku kacau, dan hidupku lagi kacau, aku ngambil keputusan sembarangan. Aku males harus dihukum mulu sampe sore tiap hari kemis. Jadi hari minggu aku bolos ikut ekskul  pmr, hari kamisnya aku bolos juga biar nggak dihukum. Wali kelasku sampe menunjukkan sikap nggak respect sama aku dan ngecap aku bandel. Tiap hari jumat aku dikepoin kenapa bolos mulu, ya udah, akhirnya kamis jumat aku sering bolos. Karena tanggung abis sabtu kan libur tuh ya, yaudah akhirnya kamis jumat aku bolos. Karena tanggung setelah sabtu kan minggu tuh ya, yaudah sabtunya aku bolos lagi. Jadi kamis, jumat, sabtu aku sering bolos. Gara-gara itu aku sering dipanggil BK, samle BKnya males ngurusin saya. YIHA~~~ Aku jadi nggak pernah dipanggil lagi ke BK. Kalo temenku bolos, biasanya mereka main game di warnet atau jalan-jalan sama pacarnya. Kalo bolos aku nggak pernah kemana-mana, ngurung diri di kamar seharian. Menekuni hobi yang nggak jelas juntrungannya, merenung, nulis, baca, dan tidur.

Datang!




Kau sungguh-sungguh percaya dengan omong kosong yang dikatakannya itu?
Ah, kenapa aku masih bertanya. Jelas-jelas bahasa tubuhmu terkesan seperti seseorang yang sedang menunggunya.
Meski kau tak mengakuinya, diam-diam kau menantikannya, kan?
Dia takkan datang, anyway.
Dia-takkan-datang.
Apa kau tahu?
Ini seperti kau tengah menunggu datangnya angin di sebelah barat, padahal kau tak tahu pasti, apa ia justru akan berhembus ke utara, timur, atau selatan.
Kau tak punya jaminan bahwa kali ini, angin berhembus ke arahmu, tapi kau masih berada disana karena harapan yang kau simpan, kan?
Harapan, kalau-kalau ia akan berhembus ke arahmu suatu waktu.
Kau akan berdiri disana, memikul harapan yang tak kelihatan, tapi ada. Kosong, tapi bermakna. Tak memiliki massa, tapi melelahkan ketika memikulnya.
Dan aku akan berada disini. Diam. Berdiri dan menontonmu, seberapa jauh kau mampu bertahan.

Rabu, 20 Mei 2015

You Don't Know Love




Tidak tahukah kamu?
Mataku memerah di ujung fajar kala itu,
Tidak juga mampu mengertikah kamu?
Tentang bagaimana perasaanku waktu itu,
Ketika kau berpamit padaku ingin pergi,
Dan setelahnya, sosokmu lenyap dipersimpangan jalan kala itu,
Aku melambaikan tangan ringan, menyegerakan diri berbalik badan.
Tapi, tidak tahukah kamu?
Aku berlalu dari jalan itu dengan tangis.
Kau tak pernah tahu hatiku. Bahkan mungkin saja,
Kau tak pernah tergerak untuk menanyakannya.
Senyum tipis yang kuulaskan sewaktu tanganku melambai sayu pada sosokmu hanya sebuah kebohongan.
Aku memang tertawa, tapi tak pernah benar-benar bahagia, sayang.
Aku memang menangis, tapi tak pernah sungguh-sungguh sedih, sayang.
Jiwaku terhempas diantara ribuan jiwa setiap harinya.
Tapi kurasa, aku sendirian saja.
Aku melewati jalan pulang yang sama setiap harinya.
 Berpulang ke tempat yang sama setiap harinya.
Tapi kupikir, aku tak pernah benar-benar tahu dimana aku berada.
Meski kau tak pernah tahu hatiku, kamu selalu menguatkanku.
Katamu, "Aku selalu berdoa untukmu.
Sejak dulu, dari kemarin, sampai sekarang, dan untuk selamanya."

Kamis, 07 Mei 2015

PMR: Palang Merah Rempong


Karanganyar, 2011



Ada dua ekstrakurikuler wajib disekolahku waktu smk, pmr sama pramuka. Aku nggak suka dua-duanya, tapi karena harus pilih satu atau dua, pilih aku atau dia yang engkau suka *palah nyanyi* akhirnya aku milih pmr. Dengan alasan, pmr  lebih nggak melelahkan dari pramuka. Tapi ternyata aku salah, pmr jauh lebih melelahkan dari yang kupikir. Lelah jiwa, lelah raga, lelah dompet juga, iurannya banyak banget beroh. Ketika pramuka cuma bayar puluhan ribu, pmr bisa narikin iuran beratus-ratus ribu.
Karena acaranya hari minggu, aku sering bolos pmr. Gara-gara itu, kalo ada acara outbond aku sering dimasukin ke kelompok khusus tukang bolos yang isinya cowok semua. Untung ya, untung ada temen sebangkuku yang -alhamdulillah wa syukurilah bersyukur padamu ya Allah-sama malesnya kaya aku, jadi aku bukan satu-satunya cewek dikelompok itu.
Setiap kelompok ada 10 orang. Dikelompokku-yang isinya anak-anak tukang bolos semua-ada aku dan linda, sementara sisanya laki-laki semua. Karena kita lelet waktu jalan, kita selalu ketinggalan dibelakang dan kepisah dari kelompok. Ibaratnya aku sama linda masih di bandara soekarno hatta, mereka udah nyampe pedalaman afrika. Di setiap pos yang kita datengin, anggotanya harus lengkap, jadi ketua kita bolak-balik jemputin kita di belakang ketika anggota yang lainnya udah membusuk dan jadi fosil di pos.
Buat anak-anak lain, pos yang paling nggak ngenakin adalah pos halang rintang. Tapi buatku, pos yang paling nggak ngenakin adalah...pos nebak bumbu dapur.
Kakak dewan : ini bau apa?
Aku : bawang?
Kakak dewan : bukan
Aku : brambang?
Kakak dewan : bukaan
Aku : kencur?
Kakak dewan : bukaaan
Aku : CABE, GAREM, LENGKUAS, KUNYIT, SELADAAA!!!
Kakak dewan : BUKAN BUKAN BUKAN BUKAAAAAAAAN!!!
Dua sesi aku jawabnya dan nggak pernah ketebak. Pasrah. Akhirnya sekelompok dianugerahi hukuman push-up dua porsi alias 50 kali. Duh, gara-gara aku. Kemarin-kemarin pas aku masuk kelompok yang anggotanya cewek-cewek semua aku ngerasa bersalah karena nggak pernah jawab bener di pos ini. Tapi karena kali ini anggotanya anak begajulan semua aku cuma siul-siul aja. *duakh*
Korsa! Hal yang paling nggak aku suka di acara beginian. Bayangin aja! Satu orang ngemut lolipop beberapa menit abis itu di estafet ke temen sekelompok! Dan aku orang kesepuluh di kelompok. Berarti aku harus ngemut permen yang udah diemut sama sembilan orang sebelumku. Gila. Bener-bener gilaaa! Mana aku sama linda doang yang cewek. Aku memijit-mijit pelipisku. Sakit kepala.
Orang pertama yang makan permen, enak, orang baru dibuka dari plastik. Yang kedua dan seterusnya, aqwsdkfkfjkl.
Waktu giliran linda, aku nggak bisa nahan ketawa. Cowok yang ngemut permen sebelum Linda itu ya Allah ya Tuhan!!! Orangnya kecil, namanya Heru. Nggak ngerti aku, dia udah nggak sikat gigi berapa abad. Yang jelas giginya yang rada tonggos itu udah berubah warna. Bukan kuning lagi, tapi ijo. Setelah ngemut permen, linda mual-mual, hampir nangis darah. Sementara aku hanya ngakak dalam diam. Sahabat sejati emang gitu ya, ketika yang satu menderita, yang satunya lagi ketawa.
Pas giliranku, aku cuma bisa memasrahkan hidupku pada yang Maha kuasa. Abis ngemut permen, aku pengen langsung kramas dibawah shower sambil nangis. Tapi nggak bisa, soalnya ini di gunung. Mulut virginku ternodai hiks hiks hiks.
Blueh. Blueh. Apa itu tadi? Permen rasa jigong.

Jumat, 01 Mei 2015

Entah

18 Juli, 2011

     Aku tengah terduduk dalam diam, memandangi bintang dari ventilasi didekat tempat tidur bertingkat asramaku. Entah apa yang sedang kupikirkan, aku sendiri juga tidak tahu. Yang ada hanya bayang-bayang kelam masa lalu, pengapnya kesempitan masa kini, serta tak jelasnya gambaran tentang masa depan.
Hidupku hanya kehampaan. Aku tak tahu untuk apa sampai saat ini aku masih melewati hari-hari dari minggu sampai sabtu. Yang aku tahu, sekarang aku dalam perjalanan untuk mencapai sesuatu yang disebut kebahagiaan. Sedang aku sendiri tak tahu, apa dan bagaimana wujud kebahagiaan yang sedang kucoba perjuangkan itu.