Kamis, 16 Oktober 2014

U.S



Gara-gara terlalu kurang kerjaan, aku suka baca apapun. Dari bacaan penting sampe Cuma sekedar papan bertuliskan nama toko yang banyak bertebaran dipinggir jalan. Waktu aku mts, meski aku melewati jalan yang sama setiap harinya selama tiga tahun, aku tetap melakukan hal yang sama, memperhatikan semua tulisan yang bisa kulihat dijalan, mengejanya, memisahkannya, menghitung jumlah hurufnya dan mengelompokkannya dengan huruf lain. Sangat bodoh-tidak penting-dan-kurang kerjaan-tapi meski begitu entah kenapa aku masih melakukannya.
          Ada satu alasan bodoh kenapa aku memilih untuk masuk sastra inggris-meski aku tahu bahasa inggrisku begitu buruk- Karena huruf awal namaku jika digabungkan menjadi US. Aku hanya berharap semoga aku berjodoh dengan United States. Ya, hanya karena itu. Bukan karena apa-apa, aku hanya merasa mungkin takdirku sudah tersirat dalam namaku.
Belakang namaku, Saadah. Dan ketika aku masuk mts, waktu kelas 7 aku kebagian kelas A. Kelas 8 aku kebagian kelas A lagi dan kelas 9, aku kebagian kelas D. Aku sempet mikir, kenapa D? Kenapa harus D? Ada kelas A sampai G. Aku orang yang harus punya alasan untuk semua hal yang terjadi dihidupku. Dan kemudian aku berpikir,bengong, memandangi namaku. sAADah. Aku juga berpikir itu semua pasti Cuma kebetulan. Tapi kata guru agamaku, di dunia ini nggak ada yang namanya kebetulan, semua hal sudah direncanakan.
Aku agak down waktu aku nggak ketrima di universitas impianku. Aku bertanya-tanya kenapa? Apanya yang salah? Dan aku menenangkan diriku sendiri, mungkin aku hanya kurang berusaha.
Tapi lagi-lagi aku terpikir hal lain.
UNS. Un’S. U dan S. Takdirku lagi-lagi sudah tersirat dari namaku. Subhanallah. Sengawur apapun gagasanku, Allah dengan sangat baiknya selalu mengiyakannya.

Manuskrip Kehidupan



         
Kukira, ketika aku telah menjalani kehidupan yang benar-benar kunginkan , aku akan jadi orang yang bahagia. Aku memilih sastra inggris karena kupikir, aku benar-benar menyukainya dan aku akan bahagia ketika harus menjalaninya untuk waktu yang cukup lama. Dua tahun, tiga tahun, empat tahun, atau bahkan lebih. Tapi nyatanya, hidup memang tak pernah seindah kelihatannya. Aku tetap saja begini. Menjalani hari demi hari dengan perasaan kosong. Isi hidupku hanya tentang rutinitas yang lebih terkesan sebuah paksaan dari pada sebuah kehidupan. Hidupku sedang benar-benar jatuh. Aku merasa tidak sanggup, bahkan untuk hanya sekedar berdiri. Oke. Sudah cukup melodrama lebay nya. Intinya aku Cuma lagi pengen banget pulang kampung. Walopun aku udah sering banget telpon kerumah, nanyain kabar ibuku, kabar bapakku, kamarku, peliharaan-peliharaanku, pacar temenku, gebetanku  #lho tapi tetep aja, itu semua nggak cukup untuk meredam keinginanku pulang kampung.
Waktu aku mengutarakan keinginanku ke bapakku, jawabannya sungguh mematahkan hatiku dan membuatku ingin menyudahi hidupku sampai sini saja #alay
“Lebih baik jangan pulang dulu, Ndu.” What? Are you kidding me, dad?
Kenapa? Kenapa kau menghadirkanku ke dunia ini jika kau tak menginginkan keberadaanku? *lebaynajis*
          Aku melangkah keluar kamar dengan gontai. Merenung didepan balkon kamar kosan. Menatap nanar pada langit mendung. Menatap nanar pada tukang bakso yang berlalu dengan gantengnya didepan kosan. Ingin menghampirinya tapi apalah daya, dompet ini tak mampu. #LagiKere #MakanyaPengenPulkam #MauNgerampokRumahSendiri
          Pas aku tanya apa alasannya, bapakku Cuma jawab,” Kamu belum boleh pulang kerumah kalo belum 40 hari disana.” Lho? Aku masih hidup lho ini? Aku bukan arwah gentayangan yang musti di40-hariin, di100hariin, disetahun-in dulu sebelum pulang kerumah.
Kenapa harus 40 hari sih?
Bapakku jawabnya, ”Karena 40 hari adalah gerbang menuju kesuksesan ndu. InsyaAllah.”Aku sempet mikir jangan-jangan ini Cuma alesan biar aku nggak manja dan minta pulang mulu tiap minggu. Aku agak kecewa awalnya, karena aku bener-bener lagi down dan kepengen menenangkan diri dirumah.
Tapi yasudahlah, aku bisa apa selain patuh sama keinginannya.
          Aku udah pernah bilang, aku orang yang butuh alasan untuk sesuatu yang terjadi di hidup ini. Makanya, aku suka nanya dan bapakku suka memberi jawaban yang gaje.
Misalnya waktu itu aku nanya ke adekku, dia ikut tapak suci, aku penasaran,”Kenapa namanya harus tapak suci?”Adekku palah jadi ikut bingung dan kepikiran,”oiya, kenapa tapak suci ya?” Terus bapakku yang entah datang dari mana tiba-tiba nyeletuk,
“Ya tapak suci lah, masa mau tapak kotor?”Oke, oke, jawabannya bener. Tapi itu gak disertai dengan hipotesa-hipotesa yang kuat untuk mendukungnya#sotoy
Walau begitu, aku tetap mempercayainya. Mempercayai semua kata-katanya.          Waktu aku di sekolah dasar, aku pernah berada di posisi yang sedang kurasakan lagi di perkuliahan. Aku merasa aku orang yang paling bodoh diantara semuanya. Dan untuk menghiburku, bapakku membekali sebuah doa. Katanya, aku harus membaca doa itu setiap kali mau berangkat sekolah.” Kalau kamu baca doa ini. Kamu bakal dapet nilai sempurna.” Sekarang aku tahu, itu hanya sebuah sugesti agar aku semangat dalam menjalani hidupku. Meski tak benar-benar terbukti khasiatnya, aku masih terus membaca doa itu, sejak aku berangat sekolah ke Mi bahkan sampe sekarang, saat aku berangkat kuliah. Aku hanya merasa ada yang kurang ketika aku tidak membaca doa itu.
          Yaudah sih, dari pada stress mikirin kepengen pulang kampung tapi belom boleh, akhirnya aku cuman menghabiskan waktu ku buat baca-baca buku di kosan. Ada satu buku bagus karya Og Mandino yang Judulnya The Greatest Secret In The World. Dibuku itu, ada satu bab yang nyambung dengan masalah yang sedang melanda hidupku.
Isinya gini,

Manuskrip Kehidupan II



Bab  8 dari buku Og mandino isinya begini,

Apakah suasana hati anda sering berubah-ubah? Tentu saja. Ada hari-hari dimana anda hanya ingin merangkak kedalam lubang dan bersembunyi dari dunia. Semua yang anda sentuh berubah mejadi serbuk gergaji. Anda tidak bisa menang. Anda tidak berhasil menjual apapun. Segala sesuatu tidak ada artinya, benar kan?
Lalu ada juga hari-hari lain ketika anda tidak melakukan satu kesalahan pun. Sejak bangun tidur Anda melihat segalanya lebih indah daripada kenyataan dan menikmati setiap menitnya. Penjualan? Proyek-proyek yang sudah tuntas? Anda tidak mungkin meleset. Segala sesuatu berjalan sesuai keinginan anda.
Apa yang menyebabkan tingkat emosional kita naik turun? Kita tidak tahu, namun beberapa waktu yang lalu saya cukup beruntung bisa bekerjasama dengan profesor Edward R.Dewey, Kepala Foundation for the study of Cycles di University of Pittsburgh. Kami  berdua mengarang sebuah buku berjudul Cycles, The Mysterious Forces that Trigger Events (HawthornBooks) Salah satu dari sekian banyak siklus yang kami tangani adalah siklus emosional pada manusia. Beberapa tahun yang lalu sebuah penelitian ilmiah digalang oleh Profesor Rex Hersey dari University of Pennsylvania. Kesimpulan yang ia peroleh yaitu bahwa siklus emosional manusia berlangsung rata-rata selama lima minggu. Lima minggu adalah waktu yang biasanya dibutuhkan oleh seorang individu normal untuk bergerak turun dari sebuah periode sangat bahagia menuju kekhawatiran (emosi yang paling merusak menurut Hersey) lalu naik lagi menuju periode sangat bahagia yang berikutnya.
Aku ngiranya bapakku Cuma ngeles ke aku dengan bikin teori baru secara ngasal. Tapi ternyata buku ini palah berpihak pada teori bapaku,hadeh.
Kata-kata yang diucapkan bapaku ketika aku menelponnya terakhir kali berdengung-dengung di telingaku, ”Karena saat ini adalah saat dimana perasaanmu sedang naik turun. Sedih. Depresi. Jatuh. Perasaanmu sedang labil. Tunggulah sampai kira-kira 40 hari, ketika perasaanmu berangsur-angsur membaik. Lalu jalanilah semuanya dengan senang hati karena itu adalah apa yang kamu senangi...”
Aku kemudian mengerti, tak semua hal yang terjadi di dunia ini harus membutuhkan alasan. Kadang, ia hanya butuh sebuah kepercayaan. Percaya jika: Kejadian ada untuk menghadirkan dampak.