Minggu, 18 Januari 2015

Penggadai Mimpi



Sanggupkah kamu menghitungnya?
Menghitung semua nikmat yang telah kamu terima, telah kamu rasakan dan telah kamu lalui.
Tapi kenapa?
Kamu masih saja menjadi hamba yang sebegini tidak berterimakasih pada Tuhanmu?
Tidak terhitung berapa kali ia menyelamatkanmu dari kepedihan? Dia, dengan sangat baiknya masih mengizinkanmu untuk tetap hidup, sampai sekarang.
Jika saja dia menginginkannya, pasti telah ia cabut semua nikmat itu dari dulu, dari sejak kamu belum ada dalam sejarah.
Tapi apa?
Dia masih membiarkanmu bebas bernapas dengan udara miliknya. Dia masih mengizinkanmu bebas berkeliaran di tanahnya.
Dia masih mempersilahkanmu untuk memilih apa saja yang kau sukai, meski itu semua adalah kepunyaannya.
Dia masih memberimu kesempatan, untuk terus hidup, terus tumbuh, terus merasa cinta, sedih, rindu, dan bahagia.
Dia masih memberimu kesempatan untuk menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya.
Tapi kenapa?
Kamu masih saja selalu mengingkari nikmat pemberiannya? Kenapa?
Kamu masih saja menyia-nyiakan hidup ini tanpa rasa bersalah? Kamu meminjam. Kamu memakai, segala hal milik Tuhanmu dan kamu masih begini saja?
Apa kamu pernah berpikir?
Sekali saja dalam hidupmu. Berpikir tentang perasaan orangtuamu? Apa kamu pernah peduli pada mimpi-mimpi mereka?
Mimpi yang harus mereka lupakan. Mimpi yang harus mereka tukar dengan sebuah pengorbanan untuk membiayai mimpi-mimpimu agar jadi nyata.
Tapi kenapa?
Kamu tidak pernah serius mewujudkan mimpi-mimpimu?
Apa kamu masih berpikir jika jalan menuju terwujudnya mimpimu adalah tanpa biaya?
Tidak begitu. Orangtuamu. Ya, mereka melakukannya.
Mereka menukar impian-impian mereka sendiri dengan uang, dengan air mata, dengan doa, dengan waktu, dengan kerja keras, hanya untuk melihat impianmu jadi nyata.
Tidakkah kamu kemudian bertanya mengapa mereka melakukannya?
Karena bagi mereka, di dalam impianmu, ada impian-impian mereka juga.
Maka, mulai sekarang, seriuslah menggapai impianmu.

Kuli(y)ah



Udah hampir setengah bulan aku kerja. Dan dalam waktu yang sesingkat itu, kakiku udah yang kaya saingan sama kakinya pemain sepak bola. Bengkak. Gara-gara dari jam 8 pagi sampe jam setengah enam sore berdiri terus. Jarang banget duduk. Paling kalo pas semua kerjaan udah beres dan lagi nggak ada pelanggan. Aku kerja Cuma buat ngisi hari liburku aja. Daripada nganggur dirumah, lagi bulan puasa juga,suntuk nungguin pengumuman sbmptn. Tapi ternyata kerja itu capek banget. Aku kerja ikut temenku. Sebenernya tokonya cuma nerima satu karyawan aja, tapi nggak tau kenapa-kasian kali ngeliat muka saya yang memprihatinkan ini- akhirnya saya ikut-ikutan diterima, yaudah. Syukurlah.
Aku belum pernah kerja sebelumnya, jadi rasanya ya capek banget.Belum lagi kalo udah berurusan sama karyawan lama yang sok senior, kerjaannya Cuma nyuruh-nyuruh, berasa mandor kali. Apalagi kalo ada bos, kerjanya ngomel mulu.Ternyata jadi karyawan itu nyesek. Aku nggak mau jadi karyawan lagi. Aku mending jadi juragan kerupuk tapi hidupnya nyante daripada jadi karyawan kantoran tapi kaya nggak punya hidup.
Aku dan temenku berhenti kerja sebelum lebaran, dan ternyata, bukan Cuma kami yang berhenti kerja, tapi semua karyawan. Beberapa hari sesudah lebaran, bos sms aku. “Ifa, berangkat ke Solo kapan?”Ciye yang kemarin ngomelin aku mulu terus sekarang nyari-nyari aku. Masih ada setengah bulan lagi sebelum berangkat ke Solo sebenernya, tapi aku nggak bales pesan itu. Sengaja. Aku nggak ingin jadi budak kapitalis. Aku nggak mau jadi sapi perahan.Maaf bos, tapi mulai sekarang, aku pengen jadi bos buat diriku sendiri.

Kelakuan



              
  Ada suatu masa dimana kita benar-benar menginginkan sesuatu. Dan merasa harus mendapatkan hal itu dengan serta merta menolak hal lain. Karena terlalu fokus pada sesuatu itu, tanpa sadar kita telah melewatkan banyak hal.
Tapi, sekeras apapun kita menginginkan hal itu, dan sudah berusaha sekuat tenaga untuknya, seringnya, outline kehidupan yang digariskan Allah memilih berjalan di lintasan yang sama sekali berbeda dengan lintasan yang kita pilih dan kita inginkan. Allah palah memberi hal yang kita tolak, bukan hal yang kita ingini.
Tak ingin muna, sedikit banyak pasti selalu terselip. Perasaan sedih, marah, terpuruk, kecewa. Bersatu padu menjadi satu kesatuan perasaan yang ruwet.
 Apa yang salah? Diriku kah?
Doaku kah?
Takdirku kah?
Apa yang sebenarnya ingin kau tunjukkan padaku, Tuhan?
Tanpa izinmu, aku tak berkuasa atas apapun.
Apa yang harus ku lakukan?
Menerima, yang membuatku terkesan sebagai orang yang pasrah pada keadaan? Atau, Menolak-mencari jalan lain- yang membuatku terkesan tidak mensyukuri pemberian Tuhan?
Kemudian, aku teringat video yang sering ku tonton berulang-ulang. Terlalu fokus pada mengejar sesuatu itu membuatku tidak punya banyak waktu untuk memotivasi diri sendiri.
Isinya begini.
                Dan seseorang duduk sendiri. Kuyup dalam kesedihan yang mendalam. Dan semua binatang datang menghampirinya dan berkata, “Kami tidak ingin melihat anda jadi sedih...”
“Mintalah sesuatu pada kami apa yang anda inginkan dan anda akan mendapatkannya”.
Orang itu berkata, “Saya ingin mempunyai pandangan(pemikiran) yang baik.”
Burung bangkai yang menjawab, “Anda harus mempunyai akal.”
Orang itu mengatakan, “Saya ingin menjadi kuat.”
Jaguar berkata, “Anda harus kuat seperti saya.”
Kemudian orang itu berkata, “Aku rindu untuk mengetahui rahasia di bumi.”
Ular yang menjawab, “Akan ku tunjukkan pada anda.”
                Dan sehingga ia pergi bersama semua binatang.
Dan ketika manusia itu bisa mendapatkan semua hadiah yang mereka berikan...
...Dia pergi.
                Kemudian burung hantu berkata kepada binatang lain, “Sekarang orang itu banyak tahu dan dapat melakukan banyak hal...”
Rusa berkata, “Laki-laki itu sudah memiliki semua yang dia perlu.”
“Sekarang kesedihannya akan berhenti.”
Tetapi burung hantu menjawab, “Tidak.”
“Saya melihat sebuah lubang di orang itu...”
“...seperti dalam kelaparan dimana tidak akan pernah terisi...”
“Itulah(lubang itu) yang membuat dia sedih dan (lubang itu) yang membuat apa yang dia inginkan.”
“Dia akan pergi untuk mengambil dan mengambil...”
“Sampai suatu hari dunia akan berkata, Saya sudah tidak ada lagi dan saya tidak memiliki apa-apa untuk diberikan.”
Nabi Muhammad pernah menyampaikan sebuah hadis. Jika seorang anak adam diberikan sebuah gunung, dia akan meminta dua. Jika diberi dua, dia akan meminta tiga. Dan seterusnya... dan seterusnya.
Dalam sebuah firmannya, Allah pernah berkata,”Apa yang menurutmu baik, belum tentu baik menurut-Ku. Apa yang menurutmu buruk, belum tentu buruk menurut-Ku. Aku lebih mengetahui apa-apa yang tidak kamu ketahui.”
Waktu aku memutar playlist quran digital, yang pertama terdengar adalah surat Ar rahman dan terjemahannya.

. “Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan?”
Mendengar ayat yang terus ulang-ulang itu, aku serasa di tampar secara tiba-tiba.
Aku ini, hamba macam apa?


Memangnya,
Seberapa buta mataku dibanding mata milik orang lain?
Seberapa kelaparan aku dibanding kelaparan milik orang lain?
Seberapa menderita aku dibanding penderitaan milik orang lain?
Seberapa sering Allah menolongku dibanding menolong orang lain?
Dan seketika itu juga, aku tercerahkan. Disadari atau tidak, kebanyakan manusia-termasuk saya- bukan hanya mendustakan nikmat Tuhan. Tapi juga seperti yang telah dikatakan Tuhan dalam Al-Qur’an.
Ia sudah memberikan semua yang hambanya minta, tetapi manusia selamanya tetap saja manusia. Sampai kapanpun, manusia tetap akan menjadi makhluk yang tak pernah merasa puas dan suka melampaui batas.

Rusuh



Dengan sangat berat hati akhirnya aku pergi juga ke training motivasi wajib itu dengan sebel. Aku udah bahagia dengan rencanaku  pulang kampung di akhir minggu, niatnya abis di training nangisin ortu terus pulang ketemu ortu kan jadi drama banget entar pas pulang, ealah palah trainingnya di undur dan aku nggak bisa pulkam, sial.
Yaudahlah daripada ngulang training wajib ini taun depan mending batalin pulkam dan duduk manis dapet sertifikat ikut training selama dua hari. Awalnya aku mikir-mikir di jalan berangkat, mau nangis apa enggak entar,tapi kalo inget-inget trainernya nyemangatin aku gara-gara dia dibayar  aku jadi agak males nangis entar. Tapi kalo nggak nangis juga nggak seru entar acaranya.
Di beberapa sesi aku nangis bombay, tapi gara-gara keinget temen-temen yang memparodikan acara training motivasi ini aku jadi kepengin ngakak. Tapi pas keinget kata-kata pak rektor,”Ingat, kami  membayar mahal untuk anda,” nggak jadi ngakak, nangis lagi ajalah. Pas inget mbak-mbak kosan bilang,”duit bayar tuh training dipotong dari spp kita tau,”tambah nangis.
Sesi terakhir, sesi peluk-pelukan sama entah siapa. Tapi untungnya aku ke bagian sama anak sastra jawa yang kenalan waktu ondesk.
Pas bagian siapa kamu aku sama temenku kenceng2an nangisnya. Backsoundnya itu lh nggak nguatin, bikin budek permanen.
Dia meluknya kenceng banget lagi, aku susah napas.
Pas dia nangis kenceng, aku nggak mau kalah, aku nangis lebih kenceng, eh ternyata dia nggak mau kalah juga, terus nangis lebih kenceng dibanding aku, yaudah, aku geplak dia, eh dia palah geplak balik, aku sobek aja almamaternya, dia nggak terima, akhirnya kita jambak-jambakan. Dramatis abis.
Tapi nggak gitu ding ceritanya. Ngaco ah.