Kamis, 02 Januari 2014

Islam, Titik

Sebelum banyak omong, aku kepengen ngelurusin tentang masalah yang lumayan mencemari image tentang aku. Meskipun aku yakin, yang baca blog ini cuma aku doang, tapi seenggaknya, aku jadi ngerasa lumayan lega kalo udah menuliskan semua unek-unek yang lagi aku pikirin.
Baru aja tahun baru. Baru aja bikin resolusi baru. Palah aku denger hal yang nggak enak. Aku shock. Shock setengah mati meski itu bukan masalah yang besar sih. Waktu temenku ngasih tau aku kalo beberapa waktu yang lalu, aku sempet jadi gosip di pondok cowok gara-gara nama facebooku ada unsur kata 'wahaby'nya. Sumpah demi Allah, aku nggak ikut golongan Islam apapun. Apalagi Islam sesat. Aku juga bukan orang fanatik yang hanya condong ke Islam Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, atau yang lainnya. Aku cuma Islam aja, titik.
Semuanya berawal dari sepupuku yang pake nama facebook ditambahi marga ayahnya. Berhubung aku nge-add saudara-saudara jauhku yang ada di Kalimantan, Jogja, sama Cilacap, aku ikutan pake nama marga bapaku dibelakang, biar saudaraku tau itu bener-bener aku. Gitu maksudku. Marga bapakku Hasbi. Tapi gara-gara aku orangnya grasa-grusu, pas nulis hasbi, 's'nya ketinggalan. Niatnya mau Wa Hasby, ealah palah jadi Wahaby. Begonya lagi, jauh sebelum itu, aku udah pernah baca dimajalah tentang aliran wahaby, tapi aku nggak inget itu tentang apa. Belakangan, aku inget kalo itu Islam sesat.
Shock banget. Pusing. Padahal tadinya mau bikin silabus buat UN inggris, gara-gara denger itu aku nggak jadi bikin. Cuma tiduran, pasang selimut tinggi-tinggi sambil istighfar banyak-banyak. Gairah hidupku serasa hilang. Temen-temen yang aku ceritain tentang itu cuma nanggepin dengan bilang aku nggak usah lebay, toh kejadiannya juga udah lumayan lama. Tapi aku nggak bisa. Buatku, mau lama ataupun baru apa bedanya? Aku bakal tetep dikira perempuan beraliran sesat hanya karena salah nama akun facebook doang. Emang seempati apapun orang sama kita, tetep aja nggak akan pernah mampu ikut merasakan perasaan kita. Kebanyakan cuma kasih solusi ngasal lalu nggak peduli.
Sedih? Jelas. Aku emang orang yang gampang stres sama 'tanggapan orang tentang aku' dan ini kebiasaan buruk yang perlu dirubah,.Tapi, nggak perlulah jadi orang yang terus-terusan sedih. Nggak merubah keadaan. Pengen banyak-banyak berdoa aja, biar aku dijadikan orang yang lebih baik ke depan sama Allah.
Bapakku Islam N.U. Walaupun semua temen baiknya Muhammadiyah, tapi dia nggak terpengaruh. Tetep Nu. Ibuku juga N.U. Masku dari sd sampai kuliah terus berubah, awalnya N.U terus jadi Muhammadiyah, terus sekarang Salafi. Sedangkan mbaku, dia Islam Tarbiyah.
Kalo aku? Aku Islam aja. Titik. Nggak pengen pake embel-embel apapun. Karena menurutku, embel-embel cuma menciptakan jarak dan memberikan tanda kalau kita 'berbeda'.
Pas jaman mts, aku sedikit terganggu dengan guru matematika yang suka menjuluki islam golongan 'celana cungklang'. Aku cuma mikir, la terus kenapa kalo mereka cungklang? Apa merugikan pak guru? Menurutku sih nggak.
Ada juga Islam yang ngomongin golongan Islam yang lain, "Masa Islam yang itu kalo ada orang meninggal nggak ada tahlilan, nggak ada 7harian. Langsung dikubur. Kaya Ayam. Mati terus lempar."
Ada lagi Islam yang kalo ada Islam golongan lain shalat di masjid mereka, langsung deh di pel. Dianggap najis. Astaghfirullah. Bukankah Tuhan kita sama-sama Allah? Bukankah nabi kita sama-sama Muhammad dan pedoman kita sama-sama Al-Quran dan hadis?
Islam yang satu meneriaki Islam yang lain kafir. Islam yang satu itu membalas dengan mengatai Islam garis keras. Begitu terus. Sama-sama Islam tapi saling memusuhi gara-gara merasa menjadi Islam yang 'paling benar' dari Islam yang lain. Padahal udah tahu kalimat Wallahu a'lam. Allah yang lebih maha tahu kan? Terus kenapa harus saling menghakimi? Sekeras apapun manusia berusaha membuat dunia ini menjadi seragam, itu mustahil terjadi. Setiap orang punya pandangan hidup yang berbeda dan orang lain nggak punya hak untuk memaksa seseorang yang lain untuk mengikuti pandangan hidup yang dianutnya.
Hanya karena batas-batas yang diciptakan manusia, Islam menjadi sesuatu yang dikotak-kotakkan. Ibarat susu yang diolah jadi susu vanila, susu coklat, susu strawberry. Terlalu sibuk memusingkan perbedaan sampai tidak bisa terlihat sebuah kesamaan, sama-sama susu.
Padahal, banyak hal lain yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Contoh kasat matanya illuminati. Contoh kecilnya, di SMK tempatku sekolah, mushalla selalu kosong. Padahal jumlah murid non muslim nggak banyak dan semua siswa kelas tiga ada 200an lebih. Tapi yang shalat selalu nggak lebih dari 20 anak. Hobi nongkrong sambil minum minuman keras. Banyak yang nyobain drugs. Buta huruf arab. Sampe yang aku denger pas pelajaran waktu anak cowok ada yang lagi ngobrol tentang suka minta bantuan jin.
Menurutku daripada sibuk memerangi perbedaan, merekalah yang lebih perlu ditolong untuk ditunjukkan Islam yang bener.
Dari awal, Islam itu rahmat. Dan sampai akhirpun akan selalu begitu.
Meski orang tuaku N.U, kakakku salafi, dan mbakku Tarbiyah. Meski kakak iparku bilang pemikiranku liberalis, aku tetep milih buat jadi Islam aja. Aku hanya ingin menjalani apa yang kuyakini benar. Karena beginilah caraku memandang hidup.