Sabtu, 27 Februari 2016

Kau, Aku dan Perasaan Ini

Aku ingin tertawa. Tidak tahu kenapa, rasanya lucu saja bagiku. Rasanya seperti baru kemarin, kau dan aku berebut buku perpustakaan,
berebut sapu piket,
berebut bangku untuk duduk. Kau dan aku--maksudku 'kita' pernah berebut banyak hal.
Aku masih ingat sekali betapa isengnya kau waktu kita masih sering bersama-sama di kelas tingkat pertama. Saking kesalnya aku  terhadapmu,  aku sampai memukul punggungmu dengan buku cetak tebal dan merasa begitu menyesal telah melakukannya: karena hari setelahnya, kau jatuh sakit.
Kau selalu menggangguku, mengganggu tentang apapun yang sedang kukerjakan.
Kau merebut bolpoinku ketika aku sedang menulis.
Kau menyembunyikan tip-xku dengan sengaja ketika aku sedang benar-benar butuh. Saat itu aku merasa, kau benar-benar anak laki-laki sok pendiam di depan orang lain, tapi super menyebalkan ketika di depanku.
Jadi aku mencoba mengacuhkanmu, dan aku tak menyangkau kalau karena sikapku itu, perlahan hubungan pertemanan kita mulai jadi jauh.
Kau selalu berusaha buang muka jika berpapasan denganku di jalan, dan aku, sebagai seorang perempuan, tak mungkin ada niatan sama sekali untuk menyapamu duluan.
Selanjutnya, kita benar-benar seperti sepasang orang asing yang tak pernah saling mengenal.
Ketika tiba waktunya kita naik ke kelas tingkat kedua, saat aku tak lagi berada satu kelas denganmu, entah kenapa tiba-tiba saja aku mulai merasa aku merindukanmu.
Dari awal kita berteman, aku selalu merasa kalau dari sekian banyak teman perempuan yang kau punya, aku hanya salah satu dari teman biasamu yang lainnya. Meski kita berada di kelas yang berbeda setelahnya, aku masih sering memikirkanmu. Tapi disisi lain, aku tidak yakin kau pernah memikirkanku juga. Karena ketika kita bertemu, aku selalu jadi orang yang menunggu, tapi kau tak pernah tergerak untuk menyapaku lebih dulu. Aku ingin kau teringat padaku sesekali. Itulah kenapa dulu, aku selalu berusaha untuk berada di peringkat atas, Hanya agar namaku bisa tampak di matamu.
Kau tahu tidak?
Aku pernah memimpikan hal ini sebelumnya. Duduk berdua saja denganmu, membicarakan apa saja denganmu, dan tertawa lepas bersamamu.
Di mataku, kau masih orang yang sama. Kau masih laki-laki yang pernah kusukai pertama kali di sekolah menengah pertama. Akupun masih sama saja. Aku masih mantan teman perempuan sekelasmu yang pernah diam-diam menyukaimu.
Kemarin-kemarin, aku juga masih menganggap kalau belum ada satupun yang berubah diantara kita. Tapi, kau mau tahu tidak? ternyata, aku salah.
Apa kau tahu? dari saat aku sadar aku menyukaimu, aku tidak pernah melihat kepada laki-laki lain. Karena apa? Karena kau satu-satunya laki-laki yang kuharapkan.
'Lalu?' Begitu tanyamu padaku.
Lalu hari itu datang. Hari ketika aku menitipkan surat pernyataan perasaanku pada sahabatku. Tapi ketika orang itu telah sampai dihadapanmu, dia palah mengaku padamu kalau surat itu adalah surat yang ditujukan darinya untukmu.
Jujur, saat melihat itu, aku sakit hati sekali.
Padahal, kau tahu? aku begitu mempercayai dia.
Lama aku tidak berbicara dengannya. Hubungan kami jadi buruk.
Aku yang tersakiti disini. Tapi tidak tahu kenapa palah aku yang harus minta maaf duluan padanya.
Aku memintanya untuk jujur padamu tentang semuanya. Tapi ketika semuanya telah jelas, kau palah tidak bisa memutuskan untuk memilih antara aku dan orang itu.
Itulah kenapa dulu aku memutuskan untuk menyerah memperjuangkanmu.
Aku tidak mau jadi pilihan. Jika kau dibingungkan dalam kondisi antara ingin memilih aku dan memilih orang lain, tolong jangan pilih aku.
Aku tidak bisa menerima hal itu.
Tapi kemudian, kau masih bertanya lagi padaku, bertanya kenapa. 'Kenapa? Kenapa begitu?'
'Katamu kau menyukaiku sejak lama?'
'Lagipula itu semua sudah jadi masa lalu.'
'Sudah saatnya bagi kita buat memulai cerita yang baru.' begitu katamu.
Awalnya aku juga berpikir begitu. Awalnya, aku juga mengira kalau aku masih memiliki perasaan itu. Tapi ketika kita sudah duduk berdua seperti ini, ngobrol berdua seperti ini, aku menyadari kalau perasaanku padamu, juga sudah jadi masa lalu.

0 komentar:

Posting Komentar