Minggu, 23 Februari 2014

Berlarilah!



Credit picture to the owner.


Kalo materi olahraga atau ujian prakteknya tentang lari, dari 40 anak dikelas dari dulu aku selalu jadi yang terbelakang. Awalnya terbelakang nomer tiga. Kemudian jadi terbelakang nomer dua. Dan ujian praktek olahraga terakhir kemaren jadi yang paling belakang nomer satu. Menyedihkan.
Padahal aku kurus, saking kurusnya temenku bilang aku kaya papan triplek. Harusnya kalo kurus kan ringan buat lari. Tapi yang terjadi justru palah yang gemuk-gemuk terus mempimpin di garis depan. Soalnya yang gemuk-gemuk udah biasa mendaki gunung melewati lembah *kaya ninja hatori aja* kalo mau pulang-pergi sekolah. Kalo aku jarang olahraga, terakhir olahraga juga ga tau kapan, lupa. Mungkin di kehidupan sebelumnya kali.
          Buatku tidur itu hal paling membahagiakan didunia. Aku tinggal mujur diatas kasur sambil merem tapi jiwaku bisa kemana-mana. Perang sama naga lah, bantuin Voldemort ngalahin Harry Potter lah, bikin api unggun di Kutub Utara. Seneng pokoknya. Ngerasa pergi kemana-mana, seru tapi nggak capek. Tapi ya, emang Cuma mimpi sih. Nggak papalah buat hiburan daripada stress menanti keajaiban yang tak kunjung turun yakan.
          Seringnya mimpi itu ya Cuma sekedar mimpi. Pelengkap tidur, tapi kadang-kadang, menurutku ada mimpi yang jadi petunjuk hidup tentang apa yang akan terjadi dan apa yang harus aku pilih.
          Dulu aku pernah ngimpi pergi ke suatu tempat bareng sahabatku dan diperjalanan, kita tersesat berdua dihutan. Kebingungan, nyari pertolongan.Kita berdua tersesat lama. Panik, frustasi, menyesal karena melakukan perjalanan itu, semuanya bercampur menjadi satu. Nggak ada yang dateng buat nolong. Dan akhirnya daripada kebanyakan ngeluh yang nggak merubah keadaan, kita jalan bareng-bareng, nyari jalan keluar dari hutan itu sama-sama, sebelum aku bener-bener bangun, kita berdua bisa keluar dari hutan itu sambil nangis bahagia.
Ternyata mimpi itu jadi kenyataan. Aku dan sahabatku janjian pergi ke sekolah yang sama. Ternyata ditengah jalan, kita sama-sama ngerasa telah pergi ke sekolah yang salah. Dan kita berdua sama-sama tersesat lama disana. Berdua, aku dan dia sama-sama menyesal. Sedih, kacau, frustasi. Tapi tidak ada jalan lain selain berjalan terus dan mencoba menemukan jalan keluar. At least, sekarang, kita berdua udah sama-sama mau lulus sekolah.
          Waktu bingung mau milih universitas mana yang akan jadi tujuan aku dan sahabatku setelah lulus sekolah, aku mimpi tersesat lagi.
Dengan seseorang yang sama dihutan yang sama dengan latar yang berbeda. Hanya saja, kali ini kita tidak berdua, dia bersama salah seorang temannya. Dan kali ini, kita tidak mencari jalan keluar bersama-sama. Dia memutuskan untuk memilih jalan yang berbeda denganku. Dia pergi berdua saja dengan temannya. Ditengah hutan, aku ditinggalkan. Mencari jalan keluar, sendirian.
Kami tersesat tidak lama. Karena ini hutan yang sama, tidak terlalu sulit untuk sekedar menemukan jalan keluar. Dijalan pulang, aku melihat ia dan temannya melewati jalan pintas. Sedang aku hanya diam saja. Tak mengambil jalan pintas yang mereka pilih. Aku terus berjalan di jalanan lurus yang panjang. Tidak ada belokan. Tidak ada tikungan. Dan tidak ada orang lain. Dimimpiku aku hanya melihat diriku sendiri yang sedang berjalan sendirian dengan tatapan lurus kedepan tanpa sempatmenengok kebelakang. Tanpa tahu harus pergi kemana, aku terus saja berjalan.
          Dan setengah mimpi itu lagi-lagi menjadi kenyataan. Sebelumnya, kita berencana untuk pergi ke perguruan tinggi yang sama. Tapi pada saat mengisi pilihan universitas bersama-sama, aku tidak menyangka, dia memilih universitas yang sama sekali berbeda dengan yang kupilih. Temannya juga ikut mendaftar di perguruan tinggi yang sama dengannya. Hanya aku saja yang berbeda. Yasudahlah kalau memang itu pilihannya. Memangnya aku harus apa? Mungkin mulai sekarang, kita harus menempuh jalan kita masing-masing. Jalan yang ia yakini terbaik untukknya dan jalan yang kuyakini terbaik untukku.
          Semalam, aku bermimpi ujian praktek lari lagi. Seperti biasa, aku berlari sendirian, dan mungkin dibarisan paling belakang seperti yang sudah-sudah. Awalnya aku hampir kelelahan dan memutuskan untuk jalan, tapi kemudian aku mengubah cara lariku yang awalnya seluruh permukaan kakiku menjadi tumpuan lari-menjadi hanya ujung kakiku saja yang kugunakan untuk berlari. Ternyata itu membuat tubuhku terasa ringan dan tidak merasa kelelahan. Pernah lihat adegan orang berlari dengan dramatis di film? Begitulah aku berlari di mimpiku. Tidak peduli dimana posisiku sekarang, tidak tahu dimana posisiku sekarang, yang kutahu hanya aku harus terus berlari. Mengejar diriku sendiri. Sampai kemudian, pak guru menyempritku dari belakang. Seketika aku memperlambat lariku karena tiba-tiba saja merasa seperti jadi pemain bola yang telah melakukan pelanggaran. Ketika aku berbalik, aku mendapati pak guru menyusulku dibelakang dengan sepeda.
Prit!
“Nomor 34 berhenti! Garis finis sudah terlewati sejak tadi. Sekarang teman-temanmu sedang berkumpul disana. Kamu berlari terlalu jauh tau!”.
Setelah aku bangun, aku hanya bertanya retorik pada diriku sendiri. Mimpi macam apa?
Mendadak aku teringat sebuah quotes di ending film jepang yang pernah kutonton,
“Berlarilah untuk sesuatu yang menurutmu pantas untuk dikejar.” –Battle Royale

0 komentar:

Posting Komentar